Ad

4/12/12

Way Seputih Mataram, Lampung

Pelabuhan Bakauheuni

Pelabuhan Bakauheuni
Menara Siger
Pertama kali aku pergi ke luar pulau Jawa. Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 6 SD atau tahun 1981 sekitar bulan Januari klo ga salah. Aku ke sana diajak oleh Om-ku (adik bapak), yang baru saja pulang kampung ke Ciamis, Jawa Barat. Beliau mampir ke rumahku di Jakarta, karena pada waktu itu kalau mau ke Sumatra harus ke Jakarta dahulu. Om-ku baru 3 tahun jadi transmigran di Lampung waktu itu. Saat mampir itulah, beliau mengajakku ikut ke rumahnya di Lampung. Karena aku senang jalan-jalan, maka akupun mau saja diajak oleh beliau.


Berangkatlah kami sore hari dari terminal bis Grogol menuju Merak. Sampai di Merak sekitar jam 1 malam. Waktu itu belum ada jalan Toll Jakarta-Merak, jadi perjalanan ke sana masih membutuhkan waktu yang cukup lama. Dari Merak kami naik kapal Ferry, yang sudah beberapa tahun sebelumnya aku bayangkan, kapan ya aku bisa naik kapal laut. Hari itu akhirnya keinginanku terpenuhi. Wah senangnya... maklum masih anak-anak. Aku nikmati perjalanan di kapal Ferry tersebut.

kapal ferry
Bersama keluarga 27 thn kemudian
kapal ferry
Berat ya de?
kapal ferry
Bersama keluarga 27 thn kemudian











Sampai di Bakauheuni dini hari, kami sudah dikerubuti calo-calo bis. Lalu kamipun naik bis yang ke Bandar Jaya, Lampung. Dari Bandar Jaya kami naik angkot menuju daerah yang namanya Tandus yang jaraknya 25 km. Pohon-pohonnya banyak ditebangi buat lokasi transmigrasi. Jalannya masih tanah waktu itu. Kalau habis hujan jalannya licin. Dari Tandus kami masih harus naik angkot lagi sampai ke rumah om saya yang jaraknya sekitar 8 km. Benar-benar daerah terpencil sekali waktu itu. Sampai rumah om hari sudah sore. Jadi perjalanan 24 jam dari Jakarta.

Satu hari di sana saya sudah merasakan sangat tidak betah sekali. Daerahnya masih gersang, sepi, terpencil, dan makanpun masih susah waktu itu. Karena lahan cuma bisa ditanami singkong atau jagung, dan kelapa sawit. Om saya masih sedikit beruntung masih bisa makan nasi walau cuma 1 kali sehari. Itu karena beliau baru diangkat jadi pegawai negeri (guru), jadi dapat jatah beras dari pemerintah. Kalau tetangga-tetangga beliau sama sekali tidak makan nasi. Pagi kami makan singkong rebus, siang makan singkong atau jagung, baru malamnya kami makan nasi. Nasinya pun agak pera dan kurang bagus. Tapi kami bersyukur sekali masih bisa makan nasi. Sengsara sekali waktu itu, benar benar prihatin. Jauh sekali perbedaannya dengan di pulau jawa, beras ada di mana-mana.

Esoknya aku minta pulang, tapi belum diijinkan oleh om-ku. Rasanya mau nangis waktu itu, karena si Budhi kecil yang biasa kesana-sini, tertahan di daerah sepi dan terpencil. Aku coba bertahan, karena ini pengalaman baru bagiku. Dalam hatiku berterima kasih juga pada om, yang sudah mau mengajakku merasakan hidup di tempat yang memprihatinkan saat itu.

Setelah lima hari baru aku diijinkan pulang oleh om. Itu karena om baru terima gaji. Rasanya legaaaa... sekali. Pagi hari akupun diantarkan oleh om sampai Bandar Jaya saja. Aku meyakinkan om cukup sampai sini saja. Om pun mengantar sampai aku naik bis, dan beliau menitipkanku pada kondektur agar sampai Bakauheuni. Sampai  di Bakauheuni aku beli tiket kapal sendiri, disambut petugas yang keheran-heranan. Setelah ditanya ini-itu tiketpun diberikan. Belum tahu dia kalau si Budhi kecil sudah berani ke mana-mana sendiri. He he he he...

Sampai di Merak sudah sekitar jam 9 malam. Tapi Merak sudah tidak asing lagi bagiku, jadi aku nyantai saja tidak merasakan takut apa-apa (Pengalaman ber-backpacker waktu kecil). Dan beruntung malam itu ada kereta api barang yang membawa Batubara ke Bekasi melalui Jakarta. Akupun naik kereta tsb, dan turun di stasiun Palmerah sekitar jam 2 pagi.

Tepat 31 tahun kemudian, akhir bulan Februari 2012 aku sempat mampir ke rumah om-ku tersebut. Keadaan sudah jauh berbeda, baik lingkungannya, rumah-rumahnya, juga perekonomiannya. Para transmigran yang bertahan waktu itu, sekarang sudah sukses ekonominya. Dan sekarang bukan lagi daerah terpencil, karena 1 km dari rumah om-ku itu ada jalan Lintas Timur Sumatra. Banyak bis-bis, truk, dan kendaraan pribadi menuju Palembang dan sebaliknya yang melewati jalan ini. Beruntung aku pernah kesana dulu.

Lampung
Bersama Om dan Adik















Pengalamanku pertama kali keluar pulau jawa. Tidak penting, hanya sekedar catatan masa lalu.

Jakarta, 26 Maret 2012 - 23:25

0 komentar:

Post a Comment