Jauh sebelum acara
Backpacker dipopulerkan di stasiun tv Indonesia, aku sudah menjalaninya
sejak kecil. Bahkan Backpacking-ku kala itu bener-bener tanpa modal alias
modal dengkul. Ya.. tanpa ongkospun asal punya uang seadanya aku bisa
sampai di kota2 yang ada di Pulau Jawa ini.
Ketika masih duduk di bangku kelas 3 SD, aku sudah sering jalan2 ke Merak sebelah barat Jakarta, hanya utk sekedar melihat-lihat Kapal Laut disana. Jarak Jakarta ke Merak sekitar 100 km jauhnya. Saat kelas Lima, aku juga sudah sering jalan2 ke Waduk Jatiluhur di Purwakarta (timur Jakarta). Jarak Jakarta - Purwakarta juga sekitar 100 km jauhnya. Mungkin anda bertanya, baru kelas 3 SD koq berani ya..? Saat ini aku sendiri juga heran, koq dulu aku berani ya..? Bahkan waktu masih sekolah TK pun aku sdh berani pulang sendiri, dari Kebayoran Baru ke Palmerah (7-8 km dari rumahku). Sedikit flash back ya..
Dulu waktu aku kecil, sekolah TK belum banyak seperti sekarang ini. Maka akupun sekolah di TK Triguna (tahun 1974), dimana bapakku mengajar di SDnya, Triguna. Karena jam belajar TK cuma beberapa jam saja, maka kalau pulang aku harus menunggu bapakku selesai mengajar jam 12-an. Lama lama aku bosan juga menunggu. Suatu hari, tanpa pamit sama bapakku, aku memberanikan diri berjalan ke depan Masjid Al-Azhar yg jaraknya 400-an mtr dari sekolah. Dari depan Masjid Al-Azhar aku naik bis Gamadi (skrg sdh tdk ada bis Gamadi). Anak sekecil itu dulu ga pernah ditarik ongkos, karena mungkin dikira anak dari salah seorang penumpang. Turun di Slipi, berjalan kaki 800 mtr, sampailah di rumah..
Rupanya siang itu di sekolah "geger" karena aku tdk ada di sekolah (cerita bapakku stlh di rumah). Dengan dibantu teman2 guru, dicari ke setiap pelosok sekolah aku tidak juga ditemukan. Lalu ada yg bilang, entah siapa orangnya, katanya melihat aku berjalan ke arah Masjid Al-Azhar. Lantas bapakku cepat2 pulang ke rumah, dan.. yang dicari malah sedang asyik bermain di rumah.. Oalah.. bapakku sdh khawatir dikira aku hilang, yang dicari enjoy azzaa... Sejak itu aku jadi sering pulang sendiri karena malas menunggu bapak. Lulus dari TK dgn predikat 'cumlaude' (hehehe.. just kidding) aku sekolah SD yg dekat dengan rumah.
Fotoku waktu sekolah TK |
Lanjut ke cerita Backpackerku..
Aku biasa ke Merak bersama 2 atau 3 teman dengan naik kereta api. O ya, kelas 3 aku pindah tempat tinggal di Kebayoran Lama (di gang Kubur- thn 1976) ikut bapak dan ibu yang baru. Ibu kandungku masih tetap di Palmerah. Kalau hari libur sekolah atau hari sabtu sepulang sekolah (kelas 3 aku masuk SD Triguna lagi), aku suka berjalan kaki menyusuri jalan kereta bersama adikku ke Palmerah untuk menemui ibu. Lama2 nyobain naik kereta, yang jarak dari Kebayoran Lama ke Palmerah cuma 1 stasiun. Nah, pada waktu itulah serial petualanganku dimulai.. Aku jadi mulai berani ke Serpong.. lama2 makin jauh.. makin jauh.. sampailah ke Merak..
Kelas 5, bapakku pindah ke Perumnas Klender di Jakarta Timur. Sekolah ku pun pindah juga di SDN Malaka 12 petang di Perumnas Klender. Kalau mau ke rumah ibu kandungku di Palmerah aku biasa naik kereta Jabotabek (waktu itu belum Jabodetabek) ke Kota, lanjut naik kereta yang ke arah Parung, atau Rangkas Bitung. Saat itulah serial petualanganku ke arah timur sampai Jawa Tengah, Jawa Timur di mulai.. Biasa, mulai dari yang dekat2 dulu ke Bekasi, makin jauh ke Cikampek, makin jauh lagi ke Purwakarta.. Kalau bermain-main naik kereta, aku suka mengajak teman2ku. Kami biasa tdk pernah membeli karcis. Untuk menghindari Kondektur KA, kami berjalan 1 gerbong di depannya. Bila Kondektur sudah mendekati, kamipun berjalan 1 gerbong lagi di depannya. Begitu seterusnya sampai kereta berhenti di sebuah stasiun. Saat kereta berhenti itulah kesempatan bagi kami utk turun dan berpindah ke gerbong yg sudah diperiksa oleh Kondektur. Jangan dicontoh ya.. cukup saya saja, hehehe..
Saat
kelas 5 itu aku sudah mulai berani main lebih jauh lagi. Purwokerto
adalah kota pertamaku ber-Backpacker yg lebih jauh. Tanpa bekal yg
cukup, bercelana pendek tanpa membawa pakaian salin, seorang diri tanpa
teman. Ga ada niat sebelumnya, waktu sedang main2 di stasiun Jatinegara ada
kereta tujuan Purworejo berhenti. Aku bisa ke rumah kakekku di
Purwokerto nih, pikirku saat itu. Tanpa pikir panjang akupun naik kereta itu. Wuung..
jesjes.. jesjes.. hehee...
Tanpa membeli karcis, utk menghindari Kondektur, aku naik ke atap gerbong kereta. O ya sebelum itu aku sdh berani naik ke atap gerbong kereta. Rasanya lebih Maknyus, lebih enak naik di atas lho, daripada di dalam gerbong. Lebih empuk, guncangannya lebih kecil, dan bisa lihat2 pemandangan tanpa halangan. Jangan anda lakukan tanpa instruktur yang berpengalaman ya... hehee..
Singkat
cerita sampailah aku di rumah kakekku. Daaann.. anda pasti bisa menebak
reaksi Kakek, Bu'de, Sepupu, de el el.. Ya betul, terkejut juuutt...
Bahkan Bu'deku sempat menangis walau sebentar. Sehari di sana, esoknya
aku pulang dengan dibekali ongkos yang sangat layak menurutku. Kamu
harus beli karcis! Begitu pesan Kakek dan Bu'deku. Aku menolak untuk
diantar ke Stasiun oleh Bu'deku, karena aku niat tidak mau membeli
karcis. Lumayan buat jajan, pikirku..
Petualanganku dengan teman2 di Perumnas Klender terus berlanjut sampai aku lulus SMP (SMP Neg 194). Tapi kalau teman2ku di Perumnas tidak banyak yang berani main ke Jawa Tengah. Mungkin karena waktu itu masih kecil, dan orang tuanya melarang.
Lulus SMP, aku masuk SMEA Neg 17 di Palmerah, dengan hasil tes rangking 5. Wuiih.. pinter juga ya aku... hehe.. somse. Aku tinggal bersama ibu kandungku kembali. Kalau libur sekolah aku suka mengajak teman2ku jalan2 ke Jawa Tengah atau kemana saja. Perjalananpun biasanya tanpa tujuan yang pasti, tanpa direncanakan sebelumnya, dan seringkali mendadak. Sering pada saat kami lagi kumpul2, salah seorang usul utk jalan2, bila disepakati kami pulang ke rumah masing2 utk mengambil tas dan beberapa pakaian, meminta uang sama orang tua ala kadarnya, lalu kami kumpul kembali, dan.. berangkat saat itu juga! Kamipun menuju Stasiun Jatinegara, stasiun terakhir di Jakarta yang menuju ke luar kota. Sampai di sana, kami naik kereta yang kemana saja tergantung kereta yang ada saat itu. Karena tidak membeli karcis, maka kami masuk stasiun dari tempat yang ada persimpangan dengan jalanan mobil. Satu team cuma 3, 4 atau 5 orang. Lebih dari 5 orang aku tidak mau, karena pernah dalam satu team ada 9 orang, dan sangat repot sekali. Makanya setiap libur sekolah, teman2 yg ikut selalu berganti-ganti. Di tahun2 berikutnya kami ke Candi Borobudur, Prambanan, Baturaden, Pangandaran, Pantai Karang Bolong, Goa Jatijajar, Waduk Sempor, Pantai Anyer, dan beberapa kota atau daerah yang kami singgahi. Wah pokoknya sdh banyak deh daerah yg sdh saya singgahi... Kalau melewati suatu kota/daerah dan di kota/daerah itu ada saudara dari teman yang ikut dalam perjalanan, kamipun mampir. Ya pokoknya suka2 kamilah mau kemana saja..
Pernah ada kejadian tragis yg hampir merenggut nyawaku. Ketika kelas 2 SLTA, aku pernah hampir terjatuh dari atap kereta. Waktu itu dalam perjalanan pulang dari Tulung Agung (Jawa Timur), kejadiannya setelah staisun Kertosono. Waktu ada pemeriksaan karcis, aku ajak teman2ku naik ke atas. Tapi mereka tidak mau dengan alasan menjelang petang (mau maghrib) tidak baik naik ke atas. Jadi aku naik ke atas sendirian, dan teman2ku berjalan ke belakang (kondektur datang dari arah depan). Sampai di atas udara sudah mulai terasa dingin, dan keadaan sudah mulai agak remang2. Aku berlari ke arah depan. Tetapi pas melewati stasiun kecil (kereta tidak berhenti di stasiun itu) aku kaget diteriaki oleh orang2 di stasiun sambil menunjuk ke depan. Rupanya di depan ada kabel telepon melintang (atau kabel listrik?) yang tidak terlihat jelas karena sudah agak gelap. Begitu terlihat jaraknya sudah sangat dekat sekali, dengan cepat aku langsung jongkok. Belum sampai aku jongkok, kabel itu sudah mengenai aku di bagian kening. Akupun langsung jatuh telentang di atap, dan untungnya kedua tangan dan kakiku terbuka lebar sehingga aku tidak sampai jatuh ke bawah. Sudah kena kabel masih untung lagi ya...? hehehe.. Akupun terkapar di atap cukup lama merasakan sakitnya di kening dan kepala bagian belakang yang terbentur, sambil membayangkan gimana tadi kalau kena leher ya? Setelah pikiran mulai tenang, aku mulai bangun, berjalan merayap, dan turun.
Kira kira 20 - 30 menit kemudian, aku bertemu kembali dengan teman temanku yang telah sukses melewati kondektur dengan naik ke atas juga. Teman temanku bertanya kenapa keningku merah memanjang dan bengkak. Aku ceritakan kejadiannya. Salah seorang teman berkata, "tu kan apa gue bilang.. kalau mau maghrib jangan naik ke atas.." Ya sudahlah.. sudah terlambat.. dan aku sudah membuktikan kebenaran kata kata itu. Hehee..
Pernah juga ada kejadian lucu. Waktu itu aku sudah kelas 3 SLTA. Ceritanya sebelum stasiun Madiun (mau ke arah Jogja dari Kediri) aku ketangkap oleh Polsus Kereta Api (teman2ku lolos). Maka aku diturunkan dan diserahkan ke pihak keamanan di Stasiun Madiun. Akupun diinterogasi, dan ditanya surat2 identitasku. Untungnya aku juga membawa foto copy Kartu Keluarga. Dalam anggota keluarga kami, ada seorang kakak sepupu yang bernama "Jendar xxxx". Petugas mungkin membacanya "Jendral" xx. Diapun menanyakan siapa "Jendral" xx itu dan bertugas dimana dia. Ya aku jawab dia kakak sepupu dan bertugas di kesatuan Marinir di Surabaya. Mungkin karena masih dalam wilayah Jawa Timur, dan jarak Madiun - Surabaya tidak begitu jauh, spontan sang petugas menjadi baik, dan aku pun dilepaskan tanpa sangsi apa-apa.. hehehe mujur...
Pernah pula ada kejadian unik. Waktu itu aku dalam perjalanan mau ke Purwokerto seorang diri. Pada saat aku naik di gerbong barang, tiba-tiba ada seorang ibu mau melahirkan. Saat dia mengerang kesakitan, kebetulan kereta berhenti di stasiun kecil, karena akan berpapasan dengan kereta lain. Inisiatif sendiri, aku turun menemui ke Kepala Stasiun setempat, melaporkan ada seorang ibu yang mau melahirkan. Tapi sayang di stasiun kecil itu, puskesmas atau bidan jauh keberadaannya. Nanti di stasiun berikut saja, kata Kepala stasiun.
Tak lama kemudian, setelah kereta dari depan lewat, keretapun berangkat kembali. Tapi teriakan si ibu yang mau melahirkan semakin keras. Sementara suaminya hanya memegangi, dan orang-orang di sekitarpun tidak bisa berbuat apa-apa, karena mungkin tidak mengerti cara menanganinya. Lagi-lagi aku pun ber-inisiatif mencari pertolongan. Akupun berjalan ke gerbong depan menanyakan kalau-kalau ada yang bisa menangani persalinan. Dua gerbong sudah kulalui, tanpa ada seorangpun yang bisa atau biasa. Syukur di gerbong ke 3 ada seorang ibu-ibu yang pernah membantu menangani proses melahirkan. Akhirnya si ibupun mengikutiku menuju ke gerbong barang. Tapi rupanya si ibu yang mau melahirkan tersebut sudah melahirkan bayinya. Jadi si ibu yang ingin membantu, tinggal meneruskan proses selanjutnya.
Tak lama kemudian, keretapun berhenti lagi di stasiun berikut. Rupanya di stasiun ini sudah ada mobil ambulan, dan petugas medispun langsung menuju gerbong barang. Si ibu dan bayinya pun ditandu, mengikuti bapaknya yang membawa tas bawaan mereka.
Mungkin bayi tersebut sekarang sudah berumur 27 tahun-an. Mungkin pula saat ini dia sudah menikah. Mudah-mudahan istrinya tidak melahirkan di kereta api seperti dia dulu dilahirkan.. hehehe...
Itulah beberapa cerita menarik selama petualanganku naik kereta api.
Walaupun orang2 bilang aku ini bandel, tapi aku tidak merugikan orang lain. Waktu SMP aku banyak kenal preman2 di stasiun Pasar Senen, tapi aku masih bisa mengendalikan diri, tidak terjerumus dengan hal2 yang negatif, seperti merokok, minum2an keras, atau bolos sekolah (cuma jarang2 bolos.. hehe..). Di sela-sela waktu bermain aku masih sempat belajar. Kadang dalam perjalanan petualanganku, aku suka meng-ingat2 pelajaran di sekolah. Di sekolah aku juga selalu masuk rangking 3 di kelasku, kecuali saat kelas 3 dan 4. Mungkin saat itu aku mengalami guncangan jiwa, karena bapak dan ibu baru berpisah, dan aku baru punya ibu baru yang begitu deh.. Setelah di kelas 5 aku mulai stabil kembali, dan selalu masuk rangking 3.
Sekarang saya menyadari, banyak sekali hutang-hutangku pada PJKA. Hutang yang tak terbayarkan, karena sekarang sudah beralih menjadi PT KAI.
Mungkin PJKA bangkrut karena ulah orang-orang sepertiku. Makanya jangan anda contoh perbuatanku yang seperti dulu itu ya, kecuali.. terpaksa. hehehe...
Maka sekarang aku selalu membeli karcis kemanapun aku pergi, walau cuma 1 stasiun jaraknya. Dan sebaiknya anda pun begitu ya.. agar kereta api bisa terus ada di bumi kita tercinta ini.
Itulah pengalamanku pada masa-masa sekolah. Pengalaman manis bagiku. Setelah lulus SLTA, aku mulai menyukai kegiatan "mendaki gunung". Dilain waktu akan saya tulis pengalaman mendaki gunung Gede di Perbatasan Bogor-Cianjur.
Sekian dulu ceritanya ya..
Baca juga : Pengalaman Mendaki Gunung Gede
Petualanganku dengan teman2 di Perumnas Klender terus berlanjut sampai aku lulus SMP (SMP Neg 194). Tapi kalau teman2ku di Perumnas tidak banyak yang berani main ke Jawa Tengah. Mungkin karena waktu itu masih kecil, dan orang tuanya melarang.
Lulus SMP, aku masuk SMEA Neg 17 di Palmerah, dengan hasil tes rangking 5. Wuiih.. pinter juga ya aku... hehe.. somse. Aku tinggal bersama ibu kandungku kembali. Kalau libur sekolah aku suka mengajak teman2ku jalan2 ke Jawa Tengah atau kemana saja. Perjalananpun biasanya tanpa tujuan yang pasti, tanpa direncanakan sebelumnya, dan seringkali mendadak. Sering pada saat kami lagi kumpul2, salah seorang usul utk jalan2, bila disepakati kami pulang ke rumah masing2 utk mengambil tas dan beberapa pakaian, meminta uang sama orang tua ala kadarnya, lalu kami kumpul kembali, dan.. berangkat saat itu juga! Kamipun menuju Stasiun Jatinegara, stasiun terakhir di Jakarta yang menuju ke luar kota. Sampai di sana, kami naik kereta yang kemana saja tergantung kereta yang ada saat itu. Karena tidak membeli karcis, maka kami masuk stasiun dari tempat yang ada persimpangan dengan jalanan mobil. Satu team cuma 3, 4 atau 5 orang. Lebih dari 5 orang aku tidak mau, karena pernah dalam satu team ada 9 orang, dan sangat repot sekali. Makanya setiap libur sekolah, teman2 yg ikut selalu berganti-ganti. Di tahun2 berikutnya kami ke Candi Borobudur, Prambanan, Baturaden, Pangandaran, Pantai Karang Bolong, Goa Jatijajar, Waduk Sempor, Pantai Anyer, dan beberapa kota atau daerah yang kami singgahi. Wah pokoknya sdh banyak deh daerah yg sdh saya singgahi... Kalau melewati suatu kota/daerah dan di kota/daerah itu ada saudara dari teman yang ikut dalam perjalanan, kamipun mampir. Ya pokoknya suka2 kamilah mau kemana saja..
Pernah ada kejadian tragis yg hampir merenggut nyawaku. Ketika kelas 2 SLTA, aku pernah hampir terjatuh dari atap kereta. Waktu itu dalam perjalanan pulang dari Tulung Agung (Jawa Timur), kejadiannya setelah staisun Kertosono. Waktu ada pemeriksaan karcis, aku ajak teman2ku naik ke atas. Tapi mereka tidak mau dengan alasan menjelang petang (mau maghrib) tidak baik naik ke atas. Jadi aku naik ke atas sendirian, dan teman2ku berjalan ke belakang (kondektur datang dari arah depan). Sampai di atas udara sudah mulai terasa dingin, dan keadaan sudah mulai agak remang2. Aku berlari ke arah depan. Tetapi pas melewati stasiun kecil (kereta tidak berhenti di stasiun itu) aku kaget diteriaki oleh orang2 di stasiun sambil menunjuk ke depan. Rupanya di depan ada kabel telepon melintang (atau kabel listrik?) yang tidak terlihat jelas karena sudah agak gelap. Begitu terlihat jaraknya sudah sangat dekat sekali, dengan cepat aku langsung jongkok. Belum sampai aku jongkok, kabel itu sudah mengenai aku di bagian kening. Akupun langsung jatuh telentang di atap, dan untungnya kedua tangan dan kakiku terbuka lebar sehingga aku tidak sampai jatuh ke bawah. Sudah kena kabel masih untung lagi ya...? hehehe.. Akupun terkapar di atap cukup lama merasakan sakitnya di kening dan kepala bagian belakang yang terbentur, sambil membayangkan gimana tadi kalau kena leher ya? Setelah pikiran mulai tenang, aku mulai bangun, berjalan merayap, dan turun.
Kira kira 20 - 30 menit kemudian, aku bertemu kembali dengan teman temanku yang telah sukses melewati kondektur dengan naik ke atas juga. Teman temanku bertanya kenapa keningku merah memanjang dan bengkak. Aku ceritakan kejadiannya. Salah seorang teman berkata, "tu kan apa gue bilang.. kalau mau maghrib jangan naik ke atas.." Ya sudahlah.. sudah terlambat.. dan aku sudah membuktikan kebenaran kata kata itu. Hehee..
Pernah juga ada kejadian lucu. Waktu itu aku sudah kelas 3 SLTA. Ceritanya sebelum stasiun Madiun (mau ke arah Jogja dari Kediri) aku ketangkap oleh Polsus Kereta Api (teman2ku lolos). Maka aku diturunkan dan diserahkan ke pihak keamanan di Stasiun Madiun. Akupun diinterogasi, dan ditanya surat2 identitasku. Untungnya aku juga membawa foto copy Kartu Keluarga. Dalam anggota keluarga kami, ada seorang kakak sepupu yang bernama "Jendar xxxx". Petugas mungkin membacanya "Jendral" xx. Diapun menanyakan siapa "Jendral" xx itu dan bertugas dimana dia. Ya aku jawab dia kakak sepupu dan bertugas di kesatuan Marinir di Surabaya. Mungkin karena masih dalam wilayah Jawa Timur, dan jarak Madiun - Surabaya tidak begitu jauh, spontan sang petugas menjadi baik, dan aku pun dilepaskan tanpa sangsi apa-apa.. hehehe mujur...
Pernah pula ada kejadian unik. Waktu itu aku dalam perjalanan mau ke Purwokerto seorang diri. Pada saat aku naik di gerbong barang, tiba-tiba ada seorang ibu mau melahirkan. Saat dia mengerang kesakitan, kebetulan kereta berhenti di stasiun kecil, karena akan berpapasan dengan kereta lain. Inisiatif sendiri, aku turun menemui ke Kepala Stasiun setempat, melaporkan ada seorang ibu yang mau melahirkan. Tapi sayang di stasiun kecil itu, puskesmas atau bidan jauh keberadaannya. Nanti di stasiun berikut saja, kata Kepala stasiun.
Tak lama kemudian, setelah kereta dari depan lewat, keretapun berangkat kembali. Tapi teriakan si ibu yang mau melahirkan semakin keras. Sementara suaminya hanya memegangi, dan orang-orang di sekitarpun tidak bisa berbuat apa-apa, karena mungkin tidak mengerti cara menanganinya. Lagi-lagi aku pun ber-inisiatif mencari pertolongan. Akupun berjalan ke gerbong depan menanyakan kalau-kalau ada yang bisa menangani persalinan. Dua gerbong sudah kulalui, tanpa ada seorangpun yang bisa atau biasa. Syukur di gerbong ke 3 ada seorang ibu-ibu yang pernah membantu menangani proses melahirkan. Akhirnya si ibupun mengikutiku menuju ke gerbong barang. Tapi rupanya si ibu yang mau melahirkan tersebut sudah melahirkan bayinya. Jadi si ibu yang ingin membantu, tinggal meneruskan proses selanjutnya.
Tak lama kemudian, keretapun berhenti lagi di stasiun berikut. Rupanya di stasiun ini sudah ada mobil ambulan, dan petugas medispun langsung menuju gerbong barang. Si ibu dan bayinya pun ditandu, mengikuti bapaknya yang membawa tas bawaan mereka.
Mungkin bayi tersebut sekarang sudah berumur 27 tahun-an. Mungkin pula saat ini dia sudah menikah. Mudah-mudahan istrinya tidak melahirkan di kereta api seperti dia dulu dilahirkan.. hehehe...
Itulah beberapa cerita menarik selama petualanganku naik kereta api.
Walaupun orang2 bilang aku ini bandel, tapi aku tidak merugikan orang lain. Waktu SMP aku banyak kenal preman2 di stasiun Pasar Senen, tapi aku masih bisa mengendalikan diri, tidak terjerumus dengan hal2 yang negatif, seperti merokok, minum2an keras, atau bolos sekolah (cuma jarang2 bolos.. hehe..). Di sela-sela waktu bermain aku masih sempat belajar. Kadang dalam perjalanan petualanganku, aku suka meng-ingat2 pelajaran di sekolah. Di sekolah aku juga selalu masuk rangking 3 di kelasku, kecuali saat kelas 3 dan 4. Mungkin saat itu aku mengalami guncangan jiwa, karena bapak dan ibu baru berpisah, dan aku baru punya ibu baru yang begitu deh.. Setelah di kelas 5 aku mulai stabil kembali, dan selalu masuk rangking 3.
Sekarang saya menyadari, banyak sekali hutang-hutangku pada PJKA. Hutang yang tak terbayarkan, karena sekarang sudah beralih menjadi PT KAI.
Mungkin PJKA bangkrut karena ulah orang-orang sepertiku. Makanya jangan anda contoh perbuatanku yang seperti dulu itu ya, kecuali.. terpaksa. hehehe...
Maka sekarang aku selalu membeli karcis kemanapun aku pergi, walau cuma 1 stasiun jaraknya. Dan sebaiknya anda pun begitu ya.. agar kereta api bisa terus ada di bumi kita tercinta ini.
Itulah pengalamanku pada masa-masa sekolah. Pengalaman manis bagiku. Setelah lulus SLTA, aku mulai menyukai kegiatan "mendaki gunung". Dilain waktu akan saya tulis pengalaman mendaki gunung Gede di Perbatasan Bogor-Cianjur.
Sekian dulu ceritanya ya..
Baca juga : Pengalaman Mendaki Gunung Gede
0 komentar:
Post a Comment